Sabtu, 12 Februari 2011

Sekelumit mengenai "SUSU KUDA LIAR"

Produk susu kuda liar identik dengan Pulau Sumbawa, namun tidak semua yang mengenal identitas tersebut memahami secara utuh mengenai susu kuda liar itu sendiri.

"Kuda liar diambil susunya? Rasanya mustahil. Apa yang memerah tidak disepak?," demikian pertanyaan yang disampaikan sohib saya, pria asal Jawa Timur, ketika pertama kali berkunjung ke dompu

Rasa penasaran itu akhirnya terjawab setelah menyaksikan proses pemerahan susu kuda liar di Dompu (Serakapi.Red)

Pulau Sumbawa di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan daerah yang sudah lama dikenal sebagai penghasil ternak, seperti sapi, kerbau, dan kuda.

Sebagian besar masyarakat Pulau Sumbawa umumnya memiliki mata pencaharian sebagai peternak, khususnya kuda.

Pulau itu sebagian besar merupakan dataran tinggi dan berbukit-bukit tandus dengan curah hujan rendah (Sumber>>http://dompukab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=6)

Kawasan itu hanya ditumbuhi rumput serta tanaman perdu yang dikenal sebagai sabana, sehingga kawasan ini sangat cocok untuk pengembangan peternakan.

Usaha peternakan yang dilakukan masyarakat di Pulau Sumbawa khususnya dompu tidak dengan cara mengandangkan ternak mereka. Hewan dibiarkan berkeliaran di padang penggembalaan yang luas.Padang penggembalaan berjajar mulai kota di ujung barat Sumbawa hingga kota di ujung timur Bima. Sepanjang mata memandang, di seberang kanan maupun kiri jalan yang terlihat padang penggembalaan.

Hewan ternak mencari makan sendiri. Makanan yang dikonsumsi pun sangat beragam. Tidak jarang kuda yang memakan tumbuhan beracun atau binatang berbisa.

Karena keragaman makanan yang dikonsumsi itulah, menurut sejumlah orang yang paham dunia pengobatan, yang membuat perbedaan susu kuda liar dari Pulau Sumbawa dengan susu lainnya.
Jenis kuda yang dikembangkan adalah kuda sumbawa. Kuda-kuda itu umumnya digunakan untuk angkutan cidomo (Benhur), kuda pacuan (Jara Pacoa), dan ternak potong. Populasi kuda di Sumbawa diperkirakan tidak kurang dari 73 ribu ekor.

Komoditi ternak kuda umumnya dipasarkan di pasar lokal dan sebagian kecil dipasarkan ke luar daerah, terutama Jawa Timur. Sedangkan kuda penghasil susu masih merupakan hewan khusus dan sebagian besar terdapat di Kabupaten Sumbawa, Dompu, dan Bima.

Kuda-kuda yang diternak tersebut akan dikumpulkan saat dibutuhkan, utamanya pada musim tanam tiba.

Kuda liar di Pulau Sumbawa adalah kuda yang oleh pemiliknya dibiarkan hidup bebas di padang penggembalaan yang luas.

Jadi, liar tidak berarti tidak bertuan dan benar-benar bebas berkeliaran ke mana saja, dengan cara memberikan inisial nama pemilik pada bagian badan kuda (Cap) sudah menunjukan bahwa kuda itu ada pemiliknya.

Sementara itu, kuda yang akan diambil susunya, segera ditangkap oleh pemiliknya. Meski kuda tersebut terkesan liar terhadap orang lain, tapi jinak ketika di tangan pemiliknya.

Setelah ditangkap, kuda betina yang akan diperah, salah satu kaki belakangnya atau pinggangnya diikat, supaya kuda itu tidak lari. Produksi susu kuda sangat bervariasi bergantung pada jenisnya.

Karena itu, kuda liar yang diperah susunya tersebut bukanlah kuda yang benar-benar liar. Barangkali karena itulah penggunaan istilah susu kuda liar sejak tahun 1997 berubah menjadi susu kuda Sumbawa.

Apalagi, konsumen yang kritis mulai menanyakan arti "liar" dalam penyebutan susu kuda liar.
Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menanggapi sikap kritis itu kemudian mengganti label susu kuda liar menjadi susu kuda Sumbawa, karena susu kuda tersebut pada dasarnya merupakan susu kuda yang diternakkan. (Sumber>>http://www.pdf.kq5.org/AKTIVITAS-ANTIMIKROBA-PADA-SUSU-KUDA-SUMBAWA.html)

Kendati penyebutannya mulai berubah, tapi khasiat susu kuda Sumbawa banyak diyakini konsumennya tidak berubah, karena proses produksinya tidak berbeda dibandingkan sebelumnya.

Susu kuda Sumbawa oleh sejumlah kalangan yang mengonsumsinya diyakini memiliki berbagai khasiat obat seperti menyembuhkan penyakit TBC, asma, lumpuh, reumatik, diabetes, ginjal, talasemia, anemia, tipus, kanker darah, menurunkan kolesterol, dan menyembuhkan paru-paru basah.(Sumber>>http://www.cybertokoh.com/index.php?option=com_content&task=view&id=333&Itemid=63)

Selain itu, susu kuda Sumbawa diyakini dapat mencegah keguguran serta meningkatkan vitalitas dan kejantanan pria.

Dari hasil sejumlah penelitian, susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yakni tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet.

Tapi, untuk mengonsumsi susu kuda Sumbawa juga ada aturan pakainya. Susu kuda Sumbawa yang rasanya asam itu sebaiknya dikonsumsi dalam kondisi hangat, namun disimpan di tempat sejuk (kulkas). Konsumsi yang dianjurkan antara setengah hingga satu gelas sehari.

Peneliti utama pada Puslitbang Gizi Depkes Dr Hermana MSc APU, pernah mengemukakan, susu kuda, termasuk susu kuda sumbawa, lebih cocok dikonsumsi bayi, karena komposisi kandungan gizinya sangat mendekati air susu ibu. (Sumber>>http://agussukirno.wordpress.com/2010/09/22/susu-kuda-liar-apa-bedanya/)

Kadar casein, laktosa, lemak, protein, dan mineral, serta komposisi asam lemaknya pun terdiri atas asam lemak rantai pendek yang mudah diserap.

Kendati begitu, ia tetap mengingatkan agar proses fermentasi diperhatikan, karena bakteri pembusuk ada di mana-mana, misalnya dari tangan orang yang memerah atau dari puting susu kuda.

Dari berbagi sumber mudah-mudahan bermamfaat bagi kita untuk memperkenalkan produk daerah kita sendiri dan sekaligus menambah informasi. Okey........

Beirut. Minggu 13 Februari 2011
Kurniawan

Senin, 07 Februari 2011

Belajar Bahasa Mbojo

Sejenak kita Refresh arti dan makna kata dalam bahasa Mbojo(Refres sedikit bahasa, mudah-mudahan bermamfaat). Lembo ade, mboto ka ngampu

Edi' = Kaki
Rima' = Tangan
Loki = Pantat
Woke = Pusar
Mada = "saya" Mata, Mentah (makanan)
Made = Maut
Manca = Bibi bukan bibir
Wiwi = Bibir (lips)
Maira = Ayo
Maja = Malu
Dahu = Takut
Labo = Dan/juga/dengan
Aina = Jangan
Ama = Papa/bapak/ayah "panggilan keren"
Ina = Mama/ibu/bunda "panggilan keren"
Amba = Dagang/pasar
Awa = Bawah
Aka = Sana/itu
Ake = Ini
Me'e = Hitam
Kala = Merah
Bura = Putih
Ilu = Hidung
Ngaha/Katenggo Weki = Makan
Nono = Minum
Taji = Adu
Hanta = Angkat
Lampa = Jalan
Maru = Tidur
Mbisa = Pingsan,putus

Minggu, 06 Februari 2011

Letusan Tambora, Sebuah Misteri Lahirnya Dompu Baru

Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur. Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.

Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali. Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun. Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.

Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.

Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”. Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.

Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala. Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.

Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”. Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.

Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.

Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.



Kesultanan Dompu.

Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.

Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin. Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny. Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.

Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669. selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I. Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.



Kerajaan Sanggar.

Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu disebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada abad ke-XIX,sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah skitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.

Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya meninggal,dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang leh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu,dan sebagaian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari srangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong – royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasai pulau sumbawa secara langsung,Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.



Kerajaan Tambora.

Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.

Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu.



Kerajaan Papekat (Pekat).

Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata “Pepekat”.

Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu teraus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar ang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan dompu hingga sekarang ini.

Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu letusan Tambora yang paling dahsyat yakni letusan pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya karena bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Dengan bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat,Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka moment tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan patokan dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah (Perda) No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004 ditetapkan bahwa tanggal 11 April 1815 sebagai hari lahir/hari jadi Dompu. (*).


http://dompukab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=50:menyusuri-jejak--jejak-sejarah-dompu&catid=27:sejarah&Itemid=27

Rimpu

Rimpu merupakan Salah satu budaya dalam dimensi busana pada masyarakat Bima (Dou Mbojo). budaya ”rimpu” yang telah hidup dan berkembang sejak masyarakat Bima itu ada. Rimpu merupakan cara berbusana yang mengandung nilai-nilai khas yang sejalan dengan kondisi daerah yang bernuansa Islam (Kesultanan atau Kerajaan Islam).

Rimpu adalah cara berbusana masyarakat Bima yang menggunakan sarung khas Bima. Rimpu merupakan rangkaian pakaian yang menggunakan dua lembar (dua ndo`o) sarung. Kedua sarung tersebut untuk bagian bawah dan bagian atas. Rimpu ini adalah pakaian yang diperuntukkan bagi kaum perempuan, sedangkan kaum lelakinya tidak memakai rimpu tetapi ”katente” (menggulungkan sarung di pinggang). Sarung yang dipakai ini dalam kalangan masyarakat Bima dikenal sebagai Tembe Nggoli (Sarung Songket). Kafa Mpida (Benang Kapas) yang dipintal sendiri melalui tenunan khas Bima yang dikenal dengan Muna. Sementara sarung songket memiliki beberapa motif yang indah. Motif-motif sarung songket tersebut meliputi nggusu waru (bunga bersudut delapan), weri (bersudut empat mirip kue wajik), wunta cengke (bunga cengkeh), kakando (rebung), bunga satako (bunga setangkai), sarung nggoli (yang bahan bakunya memakai benang rayon).

http://id.wikipedia.org/wiki/Rimpu

Inilah Dompuku Tercinta

Letak Georafis Daerah

Kabupaten Dompu merupakan salah satu dari 9 (sembilan) Kabupaten / Kota yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan luas wilayah 2.324,55 Km2. Letak Geografis Kabupaten Dompu terlentak antara 1170 42’ – 1180 30’ Bujur Timur dan 80 06’ – 90 05’ Lintang Selatan dengan batas – batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Flores dan Kabupaten Bima

Sebelah Selatan : Lautan Indonesia

Sebelah Timur : Kabupaten Bima

Sebelah Barat : Kabupaten Sumbawa

Secara administratif Kabupaten Dompu sampai akhir tahun 2005 terbagi dalam 8 (delapan) Kecamatan, 57 ( lima puluh tujuh ) Desa, 9 Kelurahan, 43 Lingkungan dan 291 Dusun, dengan luas wilayah yaitu seluas 2.324,55 km2. Wilayah Kecamatan yang terluas yaitu kecamatan Pekat dengan luas 875,17 km2, sedangkan wilayah kecamatan yang terkecil adalah kecamatan Pajo yaitu seluas 135, 32 km2. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Dompu sebagian besar adalah bertani dengan luas lahan pertanian 18.647 ha, yang meliputi ; lahan sawah beririgasi teknis seluas 9.594 ha, beririgasi setengah teknis seluas 1.642 Ha, dan sawah yang beririgasi non tehnis seluas 7.411 ha. Sedangkan sebagian lainnya hidup sebagai petani peladang yang memanfaatkan lahan kering di lereng-lereng gunung atau bukit dengan luas lahan 213.261 Ha.

Topografi

Dilihat dari aspek topografis Kabupaten Dompu, terdapat 56,784 Ha (23,43%) tanah dengan ketinggian antara 0 – 100 meter di atas permukaan laut, 123,020 Ha (52,92%) berada pada ketinggian antara 100 – 500 meter di atas permukaan laut, dan 38,558 Ha ( 16,59%) berada pada ketinggian 500 – 1000 meter di atas permukaan laut, serta terdapat 14,098 Ha ( 6,06 %) tanah berada pada ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut. Bila di lihat dari tingkat kemiringan terdapat 43.470 Ha berada pada kemiringan antara 0 – 2 %, 81.795 Ha berada pada kemiringan antara 2 – 15 % yang merupakan areal paling luas, 75.785 Ha berada pada kemiringan 15 – 40 %, dan terdapat 31.410 Ha berada pada kemiringan di atas 50 %. Bila dilihat dari kedalaman efektif, rata-rata tanah di Kabupaten Dompu berada pada kedalaman kurang dari 30 Cm seluas 13.258 Ha berada di Wilayah Kecamatan Woja, berada pada kedalaman antara 30 -60 Cm seluas 63.648 Ha tersebar di Kecamatan Dompu, Hu’u dan Pekat, berada pada kedalaman 60 – 90 Cm seluas 140.156 Ha tersebar di Bagian Barat Kecamatan Pekat, Timur Kecamatan Kilo, Woja dan Selatan Kecamatan Hu’u, dan terdapat 15.408 Ha tanah yang terletak di bagian Barat Kecamatan Pekat, Woja, Dompu, dan Hu’u berada pada kedalaman dii atas 90 Cm.

Hidrologi

Dilihat dari aspek Hidrologis, Kabupaten Dompu memiliki persediaan air yang cukup untuk keperluan hidup sehari-hari dan pengairan bagi lahan pertanian, karena Kabupaten Dompu didukung oleh 19 buah aliran sungai besar dan beberapa buah sungai kecil serta beberapa sumber mata air lain yang berair sepanjang tahun yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupan dan pengairan bagi masyarakat Dompu.

Klimatologi

Kabupaten Dompu merupakan daerah yang beriklim tropis dengan 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung rata – rata antara bulan Oktober sampai dengan April, sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai dengan Oktober setiap tahunnya. Pada Musim Hujan rata-rata curah hujan dalam sebulan adalah sebanyak 12,5 hari dengan curah hujan tertinggi terdapat di Kecamatan Hu’u dan curah Hujan terendah terdapat dii Kecamatan Kilo. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari dan terendah terjadi pada bulan Oktober. Bila dilihat dari kedalaman rata-rata curah hujan di kabupaten Dompu yaitu 140,33 mm dengan kedalaman tertinggi terdapat di Kecamatan Hu’u sekitar 144 mm, dan terendah di Kecamatan Kempo 90 mm, dengan tingkat kedalaman paling tinggi pada bulan Desember yaitu 358 mm terdapat di Kecamatan Dompu dan terendah pada bulan Oktober dengan kedalaman 10 mm terdapat di Kecamatan Kilo. Menurut Smith dan Ferguson Kabupaten Dompu termasuk dalam iklim tipe D,E dan F dimana pada musim kemarau suhu udara relatif rendah yaitu antara 200C-300C pada siang hari dan dibawah 200C pada malam hari.

Kawasan Budidaya

Penggunaan lahan atau tanah merupakan gambaran aktivitas manusia pada sebidang tanah sesuai dengan jenis peruntukannya. Penggunaan dan pemanfaatan tanah / lahan / areal yang dimaksud dengan kawasan budidaya tersebut meliputi kawasan budidaya pertanian, kawasan budidaya perikanan, peternakan dan kawasan budidaya perkebunan.

Kawasan Budidaya Pertanian

Kabupaten Dompu dengan luas lahan sebesar 232.455 Ha memiliki kawasan budidaya pertanian seluas 68,742 Ha, dengan rincian penggunaan lahan budidaya tersebut, sebagai berikut:1. Kawasan Budidaya komoditi Padi seluas 30.742 ha2. Lahan /Kawasan Budidaya Palawijo seluas 21.000 ha3. Lahan / kawasan Budidaya Holtikultura seluas 17.000 haSektor pertanian merupakan sumber pendapatan daerah yang sangat besar perananya, karena hampir sebagian besar pendapatan daerah berasal dari sektor ini. Perkembangan sektor pertanian ini diarahkan untuk memantapkan upaya swasembada pangan, menganekaragamkan produksi, mendorong memperluas kesempatan kerja dalam memacu pembangunan daerah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Dompu khususnya yang bergerak di bidang pertanian.Secara umum potensi pertanian yang dikembangkan di Kabupaten Dompu berdasarkan kondisi lahan / tanah yang dimiliki adalah tiga komoditas utama yaitu; Padi, Palawija, dan Hortikultura.Komoditi Padi merupakan komoditas utama yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Dompu, karena komoditas ini merupakan bahan makanan pokok masyarakatnya. Dari potensial areal seluas 30.742 Ha lahan sawah dan lahan kering, yang sudah dimanfaatkan untuk menanam padi baru 20.402 Ha (66,36) , sedangkan sisanya seluas 10.340 Ha belum dimanfaatkan. Dari hasil budidaya tersebut setiap tahun Kabupaten Dompu mampu menghasilkan gabah kering sebanyak 100.174 ton setiap tahun atau produktivitas perhektar sebesar 4,9 ton perhektar. Dengan hasil produksi sebesar itu Kabupaten Dompu telah swasembada besar, dan malah lebih sehingga kelebihan tersebut dikirim ke daerah lain baik dalam provinsi Nusa Tenggara Barat maupun di Provinsi lainnya.

Palawija merupakan salah satu jenis komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan, namun demikian Kabupaten Dompu belum mampu mengembangkan Komoditi ini secara maksimal. Dari 21.000 Ha lahan yang potensial untuk budidaya palawija yang baru dikembangka hanya 3.303 Ha yang diusahakan secara intensif dan semi intensif. Jenis komoditi palawija yang dikembangkan antara lain seperti; kacang kedelai, jagung, kacang tanah, kacang hijau.



Komoditi Hortikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dikembangkan masyarakat Dompu adalah; bawang merah, bawang putih, pisang, mangga, dan semangka. Usaha budidaya di bidang ini juga belum mampu mengelola secara maksimal potensi lahan yang dimiliki oleh Kabupaten Dompu, karena baru mengelola sebesar 64,4 % dari luas lahan yang tersedia seluas 17.000 Ha.

Kawasan Budidaya Perkebunan

Sektor Perkebunan merupakan salah satu potensi usaha yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat petani. Di Kabupaten Dompu terdapat areal / kawasan budidaya perkebunan seluas 12.985 ha, dengan komoditi yang dibudidayakan adalah seperti: Jambu Mente, Kepala, Kopi, dan lain-lain. Areal / Kawasan budidaya Jambu Mente seluas 9.464 Ha yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Dompu, namun yang sudah dimanfaatkan untuk budidaya oleh masyarakat seluas 6.418 Ha dengan hasil produksi sebesar 2.888 ton setipa tahunnya. Areal / kawasan perkebunan kopi tersedia seluas 1.241 Ha di wilayah kecamatan Pekat, yang sudah digunakan untuk kegiatan budidaya oleh masyarakat baru seluas 808 Ha dengan total produksi setiap tahun sebanyak 275 ton. Areal / Kawasan perkebunan Kelapa di kabupaten Dompu terdapat seluas 3.155 Ha, yang digunakan untuk budidaya kelapa baru seluas 1.032 Ha dengan hasil rata-rata setiap tahun sebesar 1.170 ton biji kelapa. Disamping komoditi utama tersebut di atas di kabupaten dompu tengah dikembangkan juga komditi-komoditi lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi namun usaha tersebut masih dalam skala kecil. Komoditi-komoditi yang dimaksud adalah seperti: Kakao, cengkeh, Kapuk, pinang, kemiri,dan asam, serta tanaman semusim lainnya.

Kawasan Budidaya Perikanan

Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Kabupaten Dompu, karena dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan penghasilan petani khusunya nelayan. Secara umum komoditi utama yang dihasilkan dari sektor perikanan kelautan ini adalah meliputi; perikanan laut dan hasil tangkapan, dan perikanan air payau, serta perikanan air tawar.

Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan hutan yang meliputi antara lain sebagai berikut: Hutan Lindung, Hutan Cagar Alam, Hutan Suaka Marga, Hutan Taman Buru, Hutan Wisata, Penghijauan di Luar kawasan Hutan, Hutan Payau, dan Dam / Bendungan. Dari Potensi yang dimiliki, Kabupaten Dompu terdapat :

1. Hutan Lindung seluas 49.189 Ha

2. Hutan Suaka Alam dan Wisata 11.223 Ha

3. Hutan Produksi 49.373 Ha

4. Hutan Bakau 4.710 Ha

http://dompukab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=6